SEPUTARPOHUWATO.COM – Upaya penertiban aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan hutan lindung Kabupaten Pohuwato kembali menuai sorotan tajam.
Kegiatan yang menjadi kewenangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Pohuwato itu dinilai tidak transparan dan meninggalkan banyak tanda tanya, menyusul hilangnya alat berat yang sebelumnya dikabarkan telah diamankan.
Atensi itupun datang dari DPW Lembaga Analisis Hak Asasi Manusia (LA HAM) Provinsi Gorontalo, yang menyoroti dugaan adanya permainan dalam proses penghentian aktivitas tambang ilegal di dalam kawasan hutan produksi terbatas.
“Ini juga menjadi salah satu agenda kami saat audensi dengan Gubernur Gorontalo dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo nanti,” ujar Akram Pasau, salah satu pengurus LA HAM, yang diamini oleh rekannya Janes Komenaung, Selasa (24/06/2025).
Sorotan tajam itupun muncul setelah alat berat jenis excavator yang sebelumnya diklaim telah dicabut kuncinya oleh tim KPH, kembali terlihat beroperasi di lokasi yang sama. Peristiwa ini terjadi pasca operasi gabungan yang digelar Selasa, 18 Juni 2025, dan melibatkan awak media.
Salah satu jurnalis yang hadir dalam operasi itu, Sri Vanda Waraga, wartawati Deteksi News, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya. Ia pun mengaku melihat langsung alat berat tersebut masih beroperasi sehari setelah operasi.
“Saya melihat langsung ekskavator itu tetap bekerja. Sangat disayangkan saya ikut dalam tim yang ternyata hasilnya nihil. Seolah kami hanya dijadikan formalitas,” kata Vanda.
Kritik itupun menguat setelah muncul klaim dari pihak KPH Wilayah III yang menyatakan bahwa mereka tidak sempat mencabut kunci karena operator excavator melarikan diri. Pernyataan itupun dibantah keras oleh Vanda.
“Itu pembohongan publik. Faktanya, mereka (KPH) yang cabut kunci dan serahkan ke kami. Sekarang mereka bilang operator kabur? Tidak masuk akal,” tegas Vanda.
Bukan cuma itu, ia juga mempertanyakan integritas dan komitmen KPH dalam melindungi kawasan hutan dari aktivitas pertambangan ilegal, terlebih lokasi yang dimaksud merupakan bagian dari hutan produksi terbatas, yang secara hukum tidak boleh dijadikan tempat penambangan.
Akram Pasau dari LA HAM secara tegas mengatakan pihaknya akan siap mendampingi wartawan yang ingin melaporkan dugaan kejanggalan tersebut ke Gubernur Gorontalo.
“Kami tinggal menunggu konfirmasi surat permohonan audensi. Jika disetujui, kasus ini akan kami bawa langsung kepada Gubernur,” kata Akram.
Kasus inipun menambah daftar panjang polemik penegakan hukum di sektor kehutanan dan lingkungan di wilayah barat Provinsi Gorontalo.
LA HAM menilai, tanpa ketegasan dari instansi teknis, aparat, maupun pemerintah provinsi, aktivitas tambang ilegal akan terus menjamur, sekaligus merusak kepercayaan publik terhadap proses penertiban.