SEPUTARPOHUWATO.COM – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Gorontalo berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang memanfaatkan aplikasi perpesanan Michat sebagai modus operandi.
Dalam operasi yang digelar baru-baru ini, polisi menangkap enam pelaku yang diduga terlibat dalam jaringan tersebut.
Keenam pelaku tersebut adalah AMS (25), RA (19), ZAT (22), SK (23), KK (23), dan SN (24). Para pelaku kini diamankan untuk proses hukum lebih lanjut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Gorontalo, Kombes Pol. Nur Santiko, didampingi Kabid Humas Polda Gorontalo Kombes Pol. Desmont Harjendro, menjelaskan pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat.
Lokasi kejadian di sebuah kos-kosan di Desa Lupoyo, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo, dicurigai sering menjadi tempat keluar-masuk laki-laki dan perempuan secara bergantian.
“Menyikapi laporan tersebut, Tim Resmob Polda Gorontalo melakukan penyelidikan dan penggerebekan di tempat yang dimaksud. Kami langsung mengamankan para pelaku dan membawa mereka ke Polda Gorontalo untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Nur Santiko saat konferensi pers di Bidang Humas Polda Gorontalo.
Modus operandinya, pelaku menggunakan aplikasi Michat untuk menjalankan aksinya. Mereka memasang foto profil korban di aplikasi untuk menarik perhatian pelanggan.
Setelah korban melayani pelanggan dengan hubungan seksual, uang hasil pembayaran tersebut diambil pelaku, dengan alasan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya makanan dan sewa kos.
“Korban tidak mendapatkan hasil dari pelayanan tersebut, sebab uangnya langsung diambil pelaku SN,” jelas Kombes Pol. Nur Santiko.
Para pelaku dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mereka juga dijerat Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 296 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pelaku terancam hukuman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp120 juta hingga maksimal Rp600 juta.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan segera melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak kepolisian,” tambah Nur Santiko.
Kasus ini tengah dalam proses penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan adanya jaringan lebih luas.