SEPUTARPOHUWATO.COM – Kepala Puskesmas Buntulia, Kabupaten Pohuwato, Arsad Suleman, disorot Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pohuwato Watch terkait dugaan persoalan administrasi kepegawaian, khususnya administrasi kesehatan (adminkes).
Dugaan tersebut disampaikan Ketua LSM Pohuwato Watch, Alan Pakaya, kepada tim redaksi pada pekan kemarin. Alan menilai, seseorang tidak dapat menjabat sebagai kepala puskesmas apabila tidak memiliki Surat Keputusan (SK) Administrasi Kesehatan sebagai dasar hukum pengangkatan.
“Seseorang tidak bisa menjadi kepala puskesmas jika tidak memiliki SK Adminkes. Ini penting sebagai dasar hukum jabatan,” kata Alan.
Alan mengungkapkan, bahwa berdasarkan hasil penelusuran pihaknya di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pohuwato, Arsad Suleman disebut belum menyerahkan SK Adminkes asli sebagaimana ketentuan yang berlaku.
“Dari hasil penelusuran kami, SK Adminkes asli belum diserahkan. Kalau SK itu tidak ada, sementara tunjangan sudah diterima, ini tentu berpotensi TGR atau Tuntutan Ganti Rugi,” ujarnya.
Menurut Alan, SK Adminkes ini memiliki konsekuensi hukum, karena berkaitan langsung dengan tunjangan jabatan serta kewenangan pengelolaan anggaran, termasuk dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
“Kalau sampai tidak ada SK atau dipalsukan, itu bisa menjadi temuan BPK bahkan berpotensi pidana. Karena aktivitas pencairan dana bisa dianggap tidak sah dan menimbulkan dugaan penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Sesuai regulasi, kata Alan, kepala puskesmas harus memenuhi persyaratan kompetensi manajerial serta kualifikasi tenaga kesehatan. Oleh karena itu, SK Adminkes dinilai sebagai bukti sah pengangkatan pejabat yang bersangkutan.
“Mana itu SK Adminkes ? Tunjukkan,” tantang dia.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Puskesmas Buntulia, Arsad Suleman, memberikan klarifikasi kepada awak media, Selasa (23/12/2025) sekitar pukul 16.30 sore tadi, terkait isu yang berkembang berkaitan dengan pemahaman yang keliru soal persyaratan administrasi.
Menurut Arsad, syarat utama untuk menjabat kepala puskesmas adalah memiliki pendidikan minimal strata satu (S1) di bidang kesehatan, bukan semata-mata kepemilikan SK Adminkes.
“Dulu belum ada aturan begitu, tapi sekarang ini aturan dipertegas, apalagi dengan akreditasi sudaha tidak bisa. Yang jadi syarat itu minimal harus S1 dulu terutama di bidang kesehatan, bisa SKM, keperawatan, gizi, bahkan dokter,” jelasnya.
Arsad pun menyebut bahwa dirinya merupakan lulusan S1 Kesehatan Masyarakat (SKM) dengan peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK), yang termasuk dalam rumpun administrasi kesehatan.
“Makanya yang D3 maupun SPK mau diganti semua kalau sudah diterapkan aturan itu dan kemarin itu sudah disampaikan yang mana harus S1. Jadi, soal ketentuan itu bukan adminkes hanya persyaratannya minimal S1,” ungkap Arsad.
“Di aturan adminkes itu S1nya SKM. Nah, saya SKM AKK administrasi kebijakan kesehatan, ikut jabatan fungsional administrasi kesehatan. Jadi saya punya SK Adminkes,” tambah Arsad.
Arsad juga membantah tudingan bahwa dirinya tidak memiliki dasar hukum jabatan atau berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“Jadi, adminkes ini bukan menjadi prasyarat untuk menjadi kepala puskesmas. Kan tidak mungkin juga saya terima gaji dan tunjangan kalau tidak ada SK, mo TGR eyi. Dan semua tercatat di BKPSDM,” tegasnya.
Arsad pun mengungkapkan, bahwa dalam waktu dekat akan ada pergantian kepala puskesmas seiring penerapan aturan baru tersebut, yang tentu mewajibkan kualifikasi pendidikan tertentu.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak BKPSDM Pohuwato belum memberikan keterangan resmi terkait polemik SK Adminkes Kepala Puskesmas Buntulia tersebut.




























