SEPUTARPOHUWATO.COM – Di sebuah rumah panggung sederhana di pelosok Kabupaten Gorontalo, seorang siswa Bintara Polri tampak sibuk membantu seorang bapak tua mengikat hasil panen jagung. Keringatnya bercucuran, namun senyumnya tak pernah hilang.
Selama dua hari, ia bersama puluhan rekan sesama calon polisi ini meninggalkan barak pelatihan untuk tinggal bersama warga prasejahtera.
Program ini bukan sekadar kegiatan sosial. SPN Polda Gorontalo menamai langkah itu sebagai “Live In Hidup Bersama Warga”, sebuah pembelajaran empati yang digagas langsung oleh Kepala SPN Polda Gorontalo Kombes Pol Agus Widodo, S.I.K., M.H.
Mulai Jum’at (10/10/2025) hingga Minggu besok (12/10/2025), para siswa dilepas ke berbagai desa dan kampung untuk hidup berdampingan dengan masyarakat kecil mulai dari petani, nelayan, hingga pedagang sayur di pasar tradisional. Tak ada atribut, tak ada fasilitas khusus. Mereka benar-benar menyatu dalam kehidupan warga.

Bagi Kombes Agus Widodo, program ini adalah cara untuk menanamkan nilai kemanusiaan di balik disiplin anggota kepolisian.
“Tujuan utama kami bukan hanya melatih keterampilan teknis, tapi membentuk karakter dan hati yang peka terhadap penderitaan rakyat,” ujarnya.
Menurut mantan Kapolres Pohuwato ini, calon Bhayangkara harus tahu bagaimana rasanya bekerja di bawah panas matahari, melaut menantang ombak, dan hidup dengan keterbatasan.
“Kalau mereka tahu betapa berat perjuangan rakyat kecil, mereka akan lebih menghargai dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati,” tambah perwira menengah yang dikenal tegas namun hangat itu.
Setiap siswa SPN, kata dia, nantinya akan ditempatkan di rumah-rumah warga yang menjadi “orang tua asuh”. Mereka pun akan mengikuti seluruh aktivitas keluarga mulai dari bangun pagi, bekerja, makan bersama, bahkan tidur di lantai beralaskan tikar. Tak ada perbedaan antara “tamu” dan “tuan rumah” hanya kebersamaan yang tulus.
Salah seorang siswa yang ditempatkan di keluarga petani jagung inipun mengaku mendapat pelajaran hidup yang tak pernah ia temui di sekolah.
“Biasanya kami makan sudah disiapkan di dapur asrama. Di sini, kami harus bantu dulu di kebun, baru makan bersama hasilnya. Saya belajar arti kerja keras dan rasa syukur,” tuturnya dengan mata berkaca.
Warga yang menjadi keluarga asuh juga merasa tersentuh dengan program ini. Mereka juga mengaku tak menyangka para calon polisi mau hidup sederhana bersama mereka.
“Saya kira mereka cuma datang sebentar. Tapi mereka benar-benar bantu di kebun, bahkan bantu masak juga. Anak-anak saya senang, karena mereka sopan dan ramah,” ungkap seorang ibu di Desa Pilohayanga, sambil tersenyum haru.
Suasana keakraban dan kekeluargaan tampak jelas. Anak-anak kecil berlarian sambil memanggil “Pak Polisi”, meski sang siswa masih berseragam biasa.
Momen-momen kecil inilah yang menumbuhkan kedekatan antara calon aparat dan rakyat yang kelak mereka jaga.
Kombes Agus Widodo menyebut Live In sebagai implementasi nyata arahan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mencetak polisi yang Presisi dan dicintai rakyat.
“Arogansi itu muncul kalau ada jarak. Kami ingin memangkas jarak itu dengan cara paling sederhana yakni dengan hidup bersama rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, kedekatan emosional ini akan membentuk pondasi moral yang kuat bagi para calon Bhayangkara.
“Kalau sejak dini mereka belajar memahami kesulitan rakyat, mereka tidak akan mudah sombong ketika sudah mengenakan seragam,” ujarnya.
Program Live In mendapat sambutan hangat dari masyarakat Gorontalo. Ada banyak warga berharap kegiatan ini terus dilanjutkan setiap tahun.
Selain menumbuhkan empati bagi siswa, kegiatan ini juga menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat kepada institusi kepolisian.
“Polisi bukan cuma tugas menjaga keamanan, tapi juga menjaga kemanusiaan dan semua itu dimulai dari hati,” tutup Kombes Agus Widodo.




























