SEPUTARPOHUWATO.COM – Warga Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, mempertanyakan kejelasan penggunaan dana yang disebut sebagai uang palang sebesar Rp2 juta per alat setiap bulan.
Dana tersebut sebelumnya diinformasikan akan dialokasikan untuk pengerukan sungai. Namun hingga banjir melanda Desa Hulawa pada Selasa (30/12/2025) sore hingga malam hari, warga mengaku tidak melihat manfaat nyata dari dana tersebut.
Dua warga Desa Hulawa yang enggan disebutkan namanya menyampaikan kekecewaannya karena banjir kembali terjadi, sementara rencana pengerukan yang dijanjikan tak kunjung terealisasi.
“Coba pertanyakan uang palang Rp2 juta per alat itu, sudah dikemanakan, katanya untuk pengerukan? Soalnya ini Hulawa so banjir,” ujar salah satu warga.
Keduanya pun mengaku hanya ingin memastikan kejelasan pengelolaan dana tersebut, termasuk peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa Hulawa.
“Informasinya itu cuma Ketua BPD dengan Bunda Hulawa yang handel. Tapi dana itu tidak jelas peruntukkannya ke mana,” ungkap warga lainnya.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Desa Hulawa, Erna Giasi, saat dikonfirmasi seputarpohuwato, Selasa (30/12/2025) melalui sambungan telepon, membantah adanya pungutan uang palang Rp2 juta per alat seperti yang dimaksud warga.
“Soal adanya uang palang Rp2 juta per alat itu tidak ada. Itu kemarin hanya inisiatif dari Ketua BPD. Saya tidak melihat uangnya, cuma Ketua BPD yang lebih tahu karena itu inisiatif beliau,” jelas Erna.
Dia pun mengaku tidak pernah menginisiasi pungutan tersebut. Menurutnya, niat awalnya itu hanya ingin bagaimana menghentikan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang berdampak di Desa Hulawa.
“Sebenarnya bukan saya yang inisiatif Rp2 juta per bulan. Inisiatif saya bagaimana PETI di Desa Hulawa itu bisa berhenti,” tegasnya.
Kepala Desa yang sering disapa ‘Bunda Erna’ inipun mengaku sempat ada rencana dan berinisiatif melakukan pengerukan sungai karena kondisi tanggul yang dinilai rawan dan berbahaya. Namun rencana itu dia batalkan lantaran mendapat banyak sorotan dari LSM dan media.
“Memang saya pernah inisiatif ingin melakukan pengerukan, karena sering digoreng oleh LSM deng media, akhirnya saya batalkan itu. Bahkan saya tegas bilang jangan coba-coba memungut Rp2 juta per alat. Kalau sampai ada pungutan, saya muat di media,” ungkap Bunda Erna mengingatkan aparatnya saat itu.
Memang, kata Bunda Erna, lokasi sungai tersebut sebelumnya telah ditinjau, termasuk oleh pihak perusahaan dan pemda pohuwato. Namun, karena keterbatasan anggaran menjadi kendala utama.
“Alasannya dari keuangan tidak ada anggaran untuk penanggulangan bencana,” katanya.
Selain itu, kata Bunda Erna lagi, upaya pengerukan sungai juga nantinya akan terkendala aturan karena harus mendapat izin dari Balai Sungai.
“Kita tidak bisa sembarang merubah alur sungai, karena harus ada izin dari balai sungai,” ujarnya.
Bunda Erna juga menyinggung peran para pelaku usaha di wilayah itu yang menurut dia seharusnya turut berkontribusi terhadap kondisi lingkungan di Desa Hulawa.
“Seharusnya para pelaku-pelaku usaha yang dipertanyakan, apa yang sudah mereka lakukan di Hulawa,” pungkasnya.



























