SEPUTARPOHUWATO.COM – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Pohuwato, Refli Basir, menilai kemiskinan merupakan akar utama dari berbagai masalah sosial yang dihadapi masyarakat desa.
Sehingga itu, penting penggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat, guna mengurangi angka kemiskinan. Hal ini juga menjadi tantangan berat bagi kepala desa yang sering kali menjadi tumpuan warga dalam menyelesaikan persoalan sosial.
“Bahkan tengah malam saja, kepala desa dibangunkan oleh masyarakat, hanya persoalan ada keluarga atau warga yang sakit mau di bawa ke rumah sakit tapi tidak ada kendaraan, sampai begitu juga, tetap saja mencari Kepala Desa,” ungkap Refli, saat bincang-bincang dengan SeputarPohuwato.com, di ruang kerjanya, Kamis (19/12/2024).
Refli mengungkapkan, mulai lunturnya budaya gotong royong di tengah masyarakat membuat beban kepala desa semakin berat. Banyak warga sekarang lebih menonjolkan identitas pribadi daripada kekerabatan. Ini menyebabkan kepala desa harus bekerja lebih keras.
“Kita juga harus memahami bahwa sudah mulai luntur budaya-budaya ‘mohuyula’ di tengah-tengah masyarakat, yang kemudian kepala desa kasihan jadi kerja berat, apa-apa kepala desa, apa-apa kepala desa, dan ini fenomena yang ada,” tambahnya.
Mantan Kadis Pangan Pohuwato ini melihat, bahwa masalah sosial yang ada di desa bukanlah hal baru, bukan pula terjadi pada saat kepala desa terpilih, justru ini adalah “warisan” yang terus turun-temurun.
“Masalah sosial ini adalah masalah yang sudah ada dan diwariskan. Jadi, tugas kepala desa adalah mencari cara dan berpikir untuk kemudian bagaimana menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Refli.
Tetapi juga, menurut Refli, ada tanggapan ahli yang menyebutkan bahwa kemiskinan menjadi faktor utama yang melatarbelakangi berbagai masalah sosial, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), usia sekolah tidak bersekolah, hingga kebiasaan buruk seperti konsumsi minuman keras (miras).
“Mungkin mereka berhalusinasi ingin melupakan kesulitan hidupnya dengan meminum miras. Jadi kesemuanya itu lebih banyak di pengaruhi oleh faktor ekonomi, itu menurut para ahli. Potensi terbesar terjadinya masalah-masalah sosial di masyarakat, itu karena ekonomi,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Refli lagi, pengelolaan dan penggunaan dana desa haruslah fokus pada pengentasan kemiskinan, karena dana desa memiliki tiga peruntukan utama, yang salah satunya adalah pengentasan kemiskinan melalui bantuan langsung tunai (BLT), yang diatur maksimal 15 persen dari total dana desa.
Namun, Refli menyentil, ada juga desa yang hanya menganggarkan 8 hingga 10 persen, karena menurut kepala desa, sudah banyak warga yang telah terakomodir oleh program seperti PKH dan BPNT sebelumnya.
“Itu kan menjadi kewenangan juga dalam musyawarah desa, kami menyerahkan hal ini pada musyawarah desa. Kalau memang disepakati hanya 8 persen, toduwolo (silahkan,red), tentu kita harus menyepakati bersama, kita harus konsisten tapi fokus utama tetap harus pada pemberdayaan masyarakat untuk bagaimana meminimalisir kemiskinan,” tegas Refli.
Meski, katanya, angka kemiskinan di Kabupaten Pohuwato sudah menurun dibandingkan tahun 2023. Sedangkan banyak yang mengatakan bahwa dana desa ini digelontorkan untuk menjadikan bahwa desa juga berkontribusi dalam pembangunan Nasional. “Tidak boleh kita keluar dari prinsip mengatasi masalah-masalah sosial masyarakat,” katanya.
Olehnya itu, kata Refli lagi, desa memiliki kewajiban untuk juga fokus dalam mengurangi angka kemiskinan yang ada di desa, prioritas tetap harus pada pemberdayaan masyarakat.
“Kalau sudah menjadi desa mandiri, seperti Desa Palopo Kecamatan Marisa, toduwolo (silakan,red), mau bangun kantor desa yang megah, silahkan. Pengecualian itu hanya untuk desa mandiri, tapi mampukah kepala desa berani menggunakan itu, sedangkan disisi lain masyarakat masih banyak yang membutuhkan bantuan pemberdayaan,” ungkap Refli.