SEPUTARPOHUWATO.COM – Dari sebuah kabupaten di ujung Barat Gorontalo, suara lirih para pendidik yang jarang terdengar itu akhirnya mulai naik ke permukaan.
Ini bukan soal gaji yang telat, bukan pula soal fasilitas minim di sekolah tempat mereka mengabdi. Tapi satu hal sederhana yang sudah terlalu lama mereka tunggu yakni kesempatan yang sama untuk menjadi ASN melalui PPPK.
Itu lah aspirasi yang kini dibawa oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pohuwato.
“Guru madrasah dan sekolah swasta bukan pelengkap sistem pendidikan negeri,” tegas Ketua PGRI Pohuwato, Coleng Tandjomada, S.Pd.I.
Bagi Coleng, negara sering lupa bahwa sebagian besar wajah pendidikan di Indonesia bukan hanya berdiri di balik gerbang sekolah negeri. Tapi ada ribuan guru yang mengajar di madrasah sederhana, sekolah yayasan, dan sekolah berbasis masyarakat yang hidup seadanya namun mengabdi sepenuh hati.
Mereka mengajar dengan semangat yang sama. Mereka memegang sertifikat pendidik yang sama. Mereka menanggung tanggung jawab yang sama.
Namun satu hal besar memisahkan mereka, apa itu ? Ya, status kepegawaian.
Selama ini, kebijakan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dianggap cenderung lebih memprioritaskan guru ASN daerah.
Padahal, menurut Coleng, ada banyak guru swasta dan madrasah yang memiliki kompetensi dan sertifikasi, namun tetap terjebak dalam ketidakpastian.
“Kalau negara ingin pendidikan kita benar-benar berkeadilan, paradigma itu harus diubah,” kata Coleng.
Bukan hanya suara PGRI. Ada dua ormas besar di Pohuwato ikut menyatakan dukungan dan menyuarakan ini.
Sekretaris PC NU Pohuwato, Risman Ibrahim, menilai perjuangan PGRI ini adalah bagian dari keadilan sosial di sektor pendidikan.
Sementara Ketua PD Muhammadiyah Pohuwato, Saipul Hudodo, M.Pd., mengatakan, jika guru swasta juga diberi kesempatan dalam PPPK, maka pendidikan kita benar-benar berkeadilan.
Dukungan lintas organisasi ini tentu mempertegas isu ini bukan sekadar persoalan satu kabupaten. Tapi persoalan nurani, persoalan masa depan ribuan pengabdi pendidikan di Indonesia.
Seruan dari Pohuwato ini diharapkan menjadi gema nasional.
PGRI Pohuwato bahkan mendorong agar aspirasi ini dibahas oleh Pengurus Besar PGRI di tingkat pusat.
“Ini bukan sekadar administrasi rekrutmen. Ini tentang masa depan keluarga guru-guru yang selama ini mengabdi tanpa kepastian,” ujar Coleng.
Bagi banyak guru swasta, status PPPK bukan soal gengsi. Itu soal ketenangan hidup, soal masa depan anak, soal akhir bulan yang tidak perlu lagi dihitung cemas.
Di balik papan tulis, ada manusia dengan harapan.
Dan malam ini, dari sebuah pojok Gorontalo Barat, harapan itu sedang berusaha keras untuk tidak padam.
Penulis : Coleng Tandjomada, S.Pd.i
Editor : Christoffel Tumewu, S.I.P




























